141
“HAHAHAHA!”
“Gausah lo ketawa, jelek” sambil numpu sama si pendek, Rigel natap sinis Jevano yang udah keluar air mata.
“Ya lagian lo kok bisa jatuh, lagi sunyi tiba-tiba dug” kata Jevano yang udah jongkok, ga kuat nahan beban kakinya.
“Anjing lo, lo jatuh. Gue ketawa paling depan ya babi” kata Rigel yang udah duduk di pantri dapur.
“Gabakal. Lagian juga, lo kenapa bisa jatuh sih? Ga ada angin ga ada ujan tiba-tiba selonjoran di lantai” sekarang Jevano ikutan duduk di depan Rigel.
“Ada air anjir, lo kan yang numpahin?” Tuduh Rigel ke Jevano. Yang di tuduh jelas tidak terima, “fitnah aja lo, anjing”
“Lo mau eksperimen apaan sih? Goreng es batu? Apa gimana?”
Jevano diem sebentar, terus dia ngomong, “karena gue baik, kita ga usah eksperimen aneh aneh, kasian kaki lo”
“Tumben lo baik, sejak kapan?” Tanya Rigel sarkas.
“Dih, gue sorry aja nih, gue sejak di embrio udah baik kali” yang di bales tatapan males Rigel. Kok bisa orang di sebelahnya ini jadi housemate-nya selama dua bulan?
“Jadi lo mau bikin apa jevanooooo?” Rigel udah sedikit kesel karena dia di diemin.
Yang namanya di sebut, tetap mengacuhkan, tetap lurus ke depan; main ponsel.
Harusnya Jevano bilang, 'ga ada, gue cuma pengen interaksi sama lo' tapi namanya manusia, gengsi pasti paling tinggi di antara apapun.
Rigel juga sebenernya pengen rebahan, tapi apa daya, kakinya lagi terkilir.
Apa? Minta gendong atau tutun manusia di sebelahnya? Ngga dulu, mending Rigel minta tolong si pendek. Tapi sayang, si pendek sekarang ga tau kemana.
Mau ga mau Rigel sedikit menundukan badannya biar bisa sedikir pijet kakinya yang terkilir.
Ga tau dedemit mana lagi yang ngerasukin badan Jevano, tiba-tiba Jevano ngusak rambut Rigel yang sebaris sama dadanya.
Eskperimen kali ini gagal, tapi untuk bikin hati yang berantakan, ga akan pernah gagal. Sama sekali.