129

Ngomongin jadwal, iya juga semenjak mereka injek villa yang lumayan tua itu mareka ga pernah bahas itu.

Jadi, gimana kalo sekarang kita bahas?

Jevano yang baru datang langsung meringis liat tumpukan piring dan gelas serta peralatan masak kotor, karena bekas kemarin juga ikut serta. Kerjaannya hari ini banyak, ya.

“Mal,” jeda sebentar karena Jevano nunggu respon dari yang punya nama. Sekalian duduk, pegel.

“Ya?” Yah, cuma di jawab singkat, percuma dong Jevano nunggu?

“Gimana cara bahas jadwal anjir kalo lo belakangin gue? Bercanda aja lo” bercanda, hati dan wajah Jevano juga bercanda. Kenapa senyum, Jevano?

Selama nunggu, Jevano cuma senyum kaya orang gila, ga tau juga kenapa.

“Serem lo” makasih Rigel, kalau ga datang tepat waktu, mungkin pikiran Jevano udah ke Kalimantan.

“Jadi gini. Yang kita lihat kan pasti lo yang masak kan? Nah selalu gue yang cuci piring” Jevano serious hours; open.

Rigel cuma nyimak doang sambil nyuri satu suapan. “Nah, kita belum bahas yang beresin rumah sama laundry kan?” Di jawab anggukan oleh lelaki maret itu.

“Beresin rumah mending dua hari sekali, kalau laundry kan tinggal pencet pencet aja, ngejemurnya mah bagian siapa yang luang aja pas waktu itu.

Senin dan kamisnya kita kecualiin dulu ya karena jan kita kuliah, berarti sisa selasa, rabu, jumat, sabtu dan minggu. Lumayan banyak” pengen rasanya Rigel jitak, ya kan ada sisa lima hari? Masa lima hari sebentar?

“Minggu pertama berarti hari...” jeda sebenatar, walau begini, Jevano juga perlu mikir.

“Selasa, jumat, minggu. Minggu kedua, rabu sabtu minggu. Untuk minggu bisa di skip kalo ada keperluan, tapi gue rasa ga ada jadi ya, masukin aja”

Wah, Rigel ga percaya kalau yang ngomong panjang lebar tadi tuh seorang Jevano yang kerjaannya cuma gangguin dan takut si pendek.

“Jadi gimana?” Tanya Jevano dengan senyum mengembang, bangga dia tuh bisa ngejelasin panjang lebar walau perihal beberes rumah.

Tapi ga lama, mukanya jadi merajuk, kesel karena Rigel nanggepin dengan anggukan doang. Padahal mah Rigel bingung mau jawab apa.

“Lo ngangguk, berarti deal ya? Kalo ga jalanin harus traktir?” Katanya sambil naik turunin alis. Jelas yang dibales lemparan keripik dari Rigel.

Baru Jevano pengen komen, ada satu suara yang mengalihkan perhatian mereka.

dert!

Seketika atensi mereka jatuh pada benda pipih berbentuk persegi panjang.

Entah apa yang mereka liat, tapi mereka langsung saling melempar senyum mencurigakan. ya walau mereka diem aja udah mencurigakan